Selasa, 10 April 2012

Tulisan Wajib "Perekonomian Indonesia pada Masa Orde Baru" (kel. 13)

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA ZAMAN ORDE BARU

 

DISUSUN      :
ENAS KRISPA LORA         (27211805)
SITI SARAH                         (26211830)
WIJI TRI CAHYANI             (27211395)

KELAS           : 1EB22
KELOMPOK : 13



KALIMALANG
MARET 2012


BAB I       
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Kami mengambil topik ini sebagai judul karena dilatarbelakangi dengan dinamika perekonomian bangsa Indonesia pada zaman ORBA (Orde Baru). Di mana zaman ini adalah zaman yang lama berkuasa, yaitu selama kurang lebih 32 tahun. Dan selama masa pemerintahan tersebut banyak masalah-masalah ekonomi yang terjadi pada rezim tersebut. Dan banyak kejadian-kejadian ekonomi yang terjadi, seperti stabilisasi, rehabilitasi, inflasi, dan lain-lain. Karena dengan latar belakang tersebut penulis mengambil topik ini.

Rumusan Masalah
Dalam pembahasan rumusan masalah, kami bisa menyampaikan bebrapa pertanyaan, yaitu sbb;
1. bagaimana keadaan perekonomian Indonesia pada zaman ORBA ?
2. dampak kebijakn poltik terhadap perekonomian Indonesia pada saat itu?
3. dampak kebijakn ekonomi yang diambil pemerintah pada saat itu ?

Tujuan Penulisan
Dimana dalam tujuan penulisan tugas ini adalah sebagai penunjang nilai dalam mata kuliah PEREKONOMIAN INDONESIA. Selain itu tujuan dalam penulisan makalah ini adalah ingin mengetahui bagaimana perkembangan dan kondisi perekonomian Indonesia pada zaman ORBA.

LATAR BELAKANG
Sudah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa orde lama hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA ZAMAN ORDE BARU
Orde baru pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan [[1998].
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Eksploitasi
sumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Saat permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah.

Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

1)Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
A. rendahnya penerimaan negara

B. tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara

C. terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank

terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi
D. impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
E. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
F.Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
A. Mengadakan operasi pajak
B.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

Orde Baru merupakan zaman yang telah lama berkuasa di indonesia yaitu kurang lebih selama 32 tahun. Pada masa pemerintahan itu terdapat banyak permasalahan, terutama yang berkaitan dengan masalah perekonomian yang terjadi pada rezim tersebut. Seperti kejadian stabilisasi ,rehabilitasi,inflasi ,dan permasalahan lainnya.
            Pada masa demokrasi terpimpin ini, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi yang berakibat mematikan potensi dan kreasi unit-unit swasta. Sehingga pada permulaan orde baru pemerintah berorientasi untuk berusaha menyelamatkan ekonomi nasional terutama pada usaha pengendalian tingkat inflasi dan penyelamatan keuangan negara serta pengamanan kebutuhan rakyat.
Maka dari itu pemerintah menempuh beberapa cara, antara lain:
  1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi (Stabilisasi yang berarti mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak secara terus menerus,Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi)
  2. Mengadakan kerjasama dengan Negara Lain / Kerja Sama Luar Negri (Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku)
  3. Pembangunan Nasional (Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil)

Adapun dari usaha pemerintah tersebut memberikan dampak positif dan negatifnya ,yaitu:
  1. Dampak Negatif  Kebijakan Ekonomi Orde Baru
   Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan summer daya alam
   Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
   Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata
  Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial )
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpadiimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
 Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlahwilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau,Kalimantan Timur, dan Irian.
  1. Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
    Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat dilihat secara konkrit
   Indonesia mengubah ststus dari Negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
   Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.

Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.1.Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yangmenyebabkan kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara 
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank 
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
e. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
f. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuhcara:
a.Mengadakan operasi pajak  
b.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaandengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menanganimasalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaranyang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan JangkaPanjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebutPelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dariUniversitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negaraBarat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilahyang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakanekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.

1. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yangmenjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
•Tujuan Pelita I :Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahapberikutnya
•Sasaran Pelita I :Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. 
•Titik Berat Pelita I :Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masihhidup dari hasil pertanian.Muncul
peristiwa Marali
(Malapetaka Limabelas Januari)terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengankedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa inimerupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntutJepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesiasebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatanJepang.

2. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan,sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakanrakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasilmeningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7%setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadikenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang direhabilitasi dan di bangun.

3.Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur  berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaanekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. 
 Isi Trilogi Pembagunan
adalah sebagai berikut.
1.Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepadaterciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

4.Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menujuswasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapatmenghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai padaPelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan inimendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan danPertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar  bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV jugadilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

5.Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian danindustri untuk memantapakan swasembada pangan danmeningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua,yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulaimemasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnyamasyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

6.Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomiyang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunandan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yangmelanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karenakrisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yangmengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migasmeningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisadihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesiamampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahandi bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggalditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gayakepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru olehKwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomianIndonesia yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yangsempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas ditengah jalan.Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkunganhidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalahkelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanyamengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.Pembagunan tidak merata.
 Tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, KalimantanTimur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun1997. Membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
  
Faktor Penyebab Kegagalan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Baru
Ketika krisis moneter melanda Indonesia, semua pihak tersentak melihat indikator ekonomi Indonesia. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah memporakporandakan “keberhasilan” pertumbuhan ekonomi Indonesia (rata-rata 7-8 persen) selama tiga dekade menjadi minus 13 persen. Ironisnya, dalam beberapa bulan kemudian, krisis justru semakin parah dan mengarah pada potret ekonomi Indonesia yang suram. Misalnya, selama dilanda krisis, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 80 juta, angka pengangguran meroket menjadi 20 juta jiwa, bahkan laju inflasi mendekati angka 100 persen (hiperinflasi).
Sikap mental Orde Baru yang tak lagi menghargai supremasi hukum, hak asasi manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup memang tak sejalan dengan gerakan reformasi. Orde Baru bukan menyangkut orang per orang, melainkan sikap mental dan pola pikir yang mempengaruhi seseorang. Tanpa perubahan terhadap sikap mental itu, apa pun gerakan reformasi yang dilakukan takkan berhasil. Karena itu, mentalitas Orde Baru harus diubah. Gerakan reformasi, lanjutnya, bisa berhasil walaupun dilaku-kan oleh mereka yang pernah menjadi pejabat Orde Baru. Asalkan, mereka sudah mengubur mentalitas Orde Baru serta mengubahnya menjadi sikap mental yang sesuai dengan gerakan reformasi. Sebaliknya, reformasi bisa gagal walaupun dilaksanakan oleh orang lain, yang bukan mantan pejabat Orde Baru, tetapi mereka memiliki mentalitas Orde Baru. Mentalitas Orde Baru, muncul karena penguasa mempunyai kedudukan lebih kuat dibanding rakyat. Akibatnya, aparat pun merasa harus dilayani oleh rakyat, dan menempatkan rakyat bagai peminta-minta pelayanan. Padahal, aparat sesungguhnya harus berperan melayani masyarakat.
Bahkan, dengan porsi kekuasaan pemerintah yang terlalu kuat, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kasus pertanahan misalnya, rakyat yang merasa haknya dirampas cuma bisa berunjuk rasa atau membangun tenda di atas tanahnya. Namun itu tidak akan bertahan lama. Rakyat pun pasti kalah, BPN tengah melakukan perubahan sikap mental aparatnya. Pelayanan kepada rakyat di bidang pertanahan kini semakin dipermudah. Orde Baru bagaikan seorang raksasa yang kini tengah menghadapi sakratul maut. Bahkan mungkin secara medis raksasa Orde Baru itu sudah mati. Tetapi seperti mahluk hidup, yang menghadapi ajalnya, raksasa Orde Baru kini sedang mengge-lepar-gelepar sekarat dan beberapa bagian tubuhnya bergerak tidak terkendali.
Dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat mengendalikan gerakan “bagian tubuh” Orde Baru yang tidak terkendali itu. Pemerintah dapat melakukan kekerasan untuk mempercepat kematian Orde Baru. Tetapi ini akan menghasilkan raksasa baru yang barangkali akan dihadapi rakyat, seperti menghadapi Orde Lama maupun Orde Baru, 10-20 tahun yang akan datang. Sebab itu, pemerintah dan ABRI memilih pendekatan persuasif, sekalipun butuh waktu dan kesabaran.
Pendekatan yang dilakukan pemerintah serta ABRI dalam menangani berbagai kerusuhan, memang bukan suatu yang populer. Akibatnya, ABRI dan pemerintah dianggap lemah. Banyak tokoh masyarakat yang menghujat pemerintah. Pemerintah saat ini selalu dalam posisi terpojok, kalah, dan selalu salah. Sebaliknya, kalangan humas pemerintah kurang mampu menghadapi pendapat masyarakat yang menyudutkan pemerintah. Keberhasilan pembangunan belumlah tentu sebuah keberhasilan. Bahkan, keberhasilan pembangunan-khususnya selama Orde Baru, bisa menjadi perusakan alam dan kerugian besar untuk masyarakat daerah. Ini terjadi, karena pelaksanaan pembangunan kurang memperhatikan analisis dampak sosial. Juga pengaruh banyaknya pejabat-pejabat yang menguasai sistem-sistem untuk kepentingan diri mereka masing-masing sebagaimana yang telah menjadi ciri dari pemerintahan dan masyarakat Orde Baru.
Suatu golongan yang tidak disenangi kemudian menjadi disenangi, akan ikut membantu memperlancar perubahan. Namun suatu golongan yang telah berada dalam situasi yang menyenangkan, menikmati banyak hak istimewa, kekuasaan dan duit, mereka akan bertahan sekuat mungkin. Itulah keadaan yang terjadi sekarang, golongan status quo sangat kuat.
Para pejabat Orde Baru selalu menyatakan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi politik dan birokratik itu untuk kepentingan pembangunan bangsa, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta janji-janji pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Namun pada dasawarsa 1980-an, gerakan mahasiswa secara jitu menemukan fakta bahwa “pembangunan telah memakan korban” bagi warga masyarakat yang justru tergusur dari tanah mereka. Setiap upaya mempersoalkan nasib rakyat tak jarang diperhadapkan dengan tudingan “mengganggu jalannya pembangunan”. Jika mempersoalkannya ke tingkat internasional, aparat Orde Baru menudingnya sebagai “menjelek-jelekkan bangsa” atau “menjual bangsa” ke pihak asing.
Tujuan nasionalisme Orde Baru sangat jelas, yakni mempertahankan kepentingan KKN mereka dengan dua target.
Pertama : Kekuatan-kekuatan rakyat tak dapat berkembang dan tetap lumpuh, sehingga rakyat tak bisa bersuara atas praktik KKN Orde Baru.
Kedua : Mengobarkan nasionalisme untuk mencegah dan mengacaukan upaya aktivis hak asasi manusia untuk memperkarakan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (human rights violation).
Hasil yang diharapkan pemimpin Orde Baru yang mengobarkan nasionalisme sempit itu, ada dua hal. Pertama, mereka kebal dari hukum (impunity). Semua praktik KKN yang mereka jalankan, tidak dapat dihukum, sehingga kepentingan-kepentingannya tetap lestari. Mereka untouchable-tidak bisa dijangkau hukum. Kedua, mereka juga bebas bergentayangan melakukan penindasan hak asasi manusia, memangsa korban dari bangsanya sendiri.
Nasionalisme yang digembor-gemborkan oleh Orde Baru jelas berusaha keras mematikan gerak aktivis hak asasi manusia dengan berbagai siasat dan intrik yang kotor. Dengan siasat dan intrik kotor itulah pengibar nasionalisme ini mengelabui kita semua, sehingga berbagai pelanggaran hak asasi manusia tidak diungkap dan tidak pula diperkarakan.
Otoritarianisme Orde Baru telah berulang kali menuduh para aktivis hak asasi manusia sebagai “agen asing” atau “agen Barat” sambil terus menimbulkan korban-korban atas bangsanya sendiri. Kita semua terus-menerus berusaha dibenamkan dalam perangkap kesadaran untuk melupakan kekejaman yang diperbuat Orde Baru atas bangsanya sendiri.
Nasionalisme Orde Baru tak peduli jatuhnya korban dari bangsanya sendiri yang terhempas menemui ajalnya sejauh kepentingan KKN tidak digugat rakyat. Bahkan dengan praktik yang berkualifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) – kejahatan yang merupakan musuh seluruh umat manusia – jika perlu dilakukannya. Untuk menutupinya pejabat Orde Baru dan pewarisnya sering menangkalnya dengan pernyataan angkuh: “jangan campuri urusan dalam negeri Indonesia”.
Pembangunan yang terjadi di zaman Orde Baru pada awalnya bisa membuat pendapatan per kapita naik empat kali, dari sekitar US$ 250 sampai sekitar US$ 1.000 per kapita setahun. Namun kemudian Orde Baru ternyata hanya menyuburkan korupsi dan memperbesar kesenjangan sosial. Di lain pihak, secara statistik juga bisa dibuktikan bahwa tingkat kemiskinan berkurang. Tingkat kesejahteraan, yang bisa diukur dengan konsumsi per kapita beras, gandum, BBM, listrik, fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan sebagainya, semua naik banyak. Kalau sekarang, lima tahun sesudah digempur krisis ekonomi yang dahsyat, tingkat konsumsi publik masih cukup dan sebagian terbesar masyarakat tidak lapar dan merana –dibandingkan dengan tahun 1966– maka semuanya ini adalah hasil perbekalan dari zaman Orde Baru.
Sedangkan penanaman modal asing sangat diperlukan karena divestasi perusahaan-perusahaan yang karena krisis dikuasai oleh negara, dan juga akibat dari skema debt-equity swap yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang besar beban utangnya kepada pihak luar negeri. Begitu juga kebijakan lalu lintas devisa sudah tidak baik dipadukan dengan sistem nilai tukar mata uang tetap, tanpa fundamental ekonomi yang kuat terhadap pengaruh globalisasi. Memang pemerintahan yang buruk (bad governance)-tercermin dalam maraknya KKN -bukan penyebab utama masuknya Indonesia ke dalam krisis, tetapi hal itu jelas amat memperburuk keadaan.
Setting kapitalisme global terhadap Indonesia bukanlah suartu hal yang baru dilakukan. Kenaikan rezim Soeharto dulu sedikit banyaknya mendapat dukungan dari negara-negara maju. Setting itu juga dimainkan untuk menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya karena praktek korupsi cukup parah, dukungan yang tadinya diberikan lambat laun dicabut sampai akhirnya Soeharto terjungkal. Pada masa krisis ekonomi sebelum kejatuhannya, Soeharto tampak setengah hati menjalankan kebijakan Bank Dunia dan IMF. Tetapi karena Soeharto tidak mau membubarkan anak-anak dan kroninya, renacana peminjaman dana itu ditarik kembali. Padahal sebagaian besar Bank-bank itu sudah dalam kedaan kacau.
Kelemahan Soeharto adalah terlalu membela anak-anak keluarga dan kroninya. Sehingga Bank Duniapun ditentangnya. Sehingga Saoeharto tidak dapat dukungan dan jatuh. Bahkan pengusaha dan militer sebagai penopang utama kekuasaannyapun pada akhirnya tidak memberikan dukungan karena sudah tidak melihat ada prospek lagi dalam kekuasaannya. Setelah Soeharto jatuh, Bank Dunia tidak serta merta dapat langsung melakukan kontrol terhadap penguasa baru di Indonesia.
Rezim pemerintahan Orde Baru yang pada waktu itu sudah memangalami banyak permasalahan tidak cepat-cepat membereskan masalahnya sehingga hanya mempersulit dan menambah beban bagi rakyat yang sudah lama merasa tidak puas. Ketidak puasan rakyat terhadap pemerintahan semakin di tambah dengan naiknya-harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk, BBM, yang notabene merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi rakyat.
Rezim Orde Baru Soeharto akhirnya punya banyak cacatnya yang menjadi fatal karena tidak terkoreksi secara dini. Seandainya Pak Harto mau mundur pada pertengahan 1980-an dan cengkeraman sosial-politiknya bisa dikendurkan, keadaan mungkin sekali tidak separah sekarang. Negara, dan para pemimpinnya, yang mampu membanting setir demikian adalah RRC, yang sistem politiknya masih dikendalikan Partai Komunis, akan tetapi ekonominya direformasikan berdasarkan sistem pasar terbuka yang cukup bebas. Proses otonomi daerah di RRC senantiasa bisa dikendalikan Beijing, karena semua gubernur dan bupati diangkat dan diberhentikan pemerintah pusat.
Pembangunan politik dan ekonomi untuk negara besar seperti Indonesia selalu memerlukan pemerintah yang kuat. Ini hanya ada selama zaman Soeharto, tetapi dengan pengorbanan demokrasi politik dan sosial. Satu-satunya masa pendek yang mungkin bisa kita pelajari kembali, kalau mencari percontohan, adalah masa 1950-1957. Pada masa itu, pengaruh asing (kebanyakan memang Belanda) masih kuat. Orientasi kebijakan ekonomi masih rasional dan terbuka terhadap interaksi dengan dunia luar. Kehidupan politik masih cukup demokratis, dan partai opisisi ada. Beberapa tokoh yang pragmatik berpengaruh di bidang ekonomi, yakni Bung Hatta, Sjafruddin, Djuanda, Leimena, Sumitro, Wilopo, dan sebagainya. Bung Karno masih ada dengan pengaruhnya yang karismatik dan menyatukan bangsa, akan tetapi ia belum menjadi penguasa utama. Tetapi, bibit-bibit perpecahan politik sudah ada, dan konflik dunia, demokrasi lawan komunisme, sudah mulai masuk ke negeri ini. Indonesia memang tidak pernah bisa mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruh dunia, baik politik maupun ekonomi.
Dalam membangun negara, kita harus membedakan antara state building dan nation building. Dalam tahap pertama, kita lebih berhasil dalam hal nation building, dan jasa Bung Karno tidak boleh dilupakan. Nation building selama 50 tahun dilakukan dan dilestarikan berdasarkan wacana melting pot, seperti di Amerika, di mana suku-suku bangsa kaum imigran yang menyusun Amerika harus melebur diri menjadi prototipe bangsa Amerika yang Anglosax dan Protestan. Ika-nya lebih penting daripada bhinneka-nya. Setelah 50 tahun, model nation building ini harus kita tinggalkan. Kebinekaan harus lebih ditonjolkan, akan tetapi kesatuan bangsa dan negara harus dipelihara, kalau bisa secara alami, atas dasar keyakinan nasional bahwa hidup sebagai warga bangsa besar lebih sentosa daripada sebagai warga negara kecil. Tetapi, terutama elite politik di Jakarta dan di Jawa, lagi pula TNI, harus mengubah wacana-wacananya. Sampai sekarang, konsensus yang praktis masih dicari.
State building rupanya jauh lebih sulit daripada nation building. Para peninjau asing yang kompeten (ahli ilmu politik) pada umumnya tidak terlalu menyangsikan bahwa Indonesia kelak pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Semangat nasionalisme masih cukup kuat, walaupun sudah mengalami erosi. Yang membuat risiko besar perpecahan RI adalah bahwa pemerintahnya lemah. “Indonesia is not a failed state but a weak state”. Pemerintah di Jakarta lemah oleh karena terperangkap dalam proses demokratisasi.
Lemahnya pemerintah dan negara dewasa ini oleh karena alat-alat penegak kekuasaan tidak berfungsi: tentara, polisi, jaksa, hakim, sistem peradilan, dan sebagainya. Moral serta perasaan tanggung jawabnya dirusak oleh KKN dan oleh karena negara tidak bisa menjamin gaji dan balas jasa yang wajar. Maka, krisis ekonomi memperparah efektivitas aparat pemerintah dan negara. Anggaran belanja pemerintah terlalu digerogoti pembayaran kembali utang dan bunga. Beban utang ini ikut menyebabkan weak state. Ini mempermasalahkan untung dan ruginya bantuan internasional, juga peran asing (dan yang “nonpribumi”) di perekonomian kita.
Perlukah kita akan mereka, atau kita harus menegakkan kedaulatan serta kemurnian “negara pribumi” kita? Secara logis dan historis empiris, jawabnya: Indonesia tidak bisa keluar dari krisis dan kelemahan tanpa bantuan dari luar dan tanpa membuka diri terhadap unsur-unur asing dan yang nonpribumi. Ada kalangan (politisi pribumi) yang secara bangga mengatakan, kita bisa berdiri sendiri berdasarkan kekayaan alam kita. Pengalaman zaman Bung Karno sudah memberi pelajaran. Tidak ada gunanya mengusir Belanda, Cina, asing Barat, dan menolak penanaman modal asing. Bung Karno pun membuat pengecualian: perusahaan minyak bumi asing (Caltex dan Stanvac) yang sudah ada tidak diusir karena hasil devisa diperlukannya.

KESIMPULAN
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.
Kehidapan perekonomian pada zaman Orde Baru sudah berlalu sekitar 10 tahun yang lalu. Tapi pembahasannya masih cukup hangat sampai sekarang. Pada saat mulainya zaman Orde Baru, pemerintahan yang baru ini diwarisi dengan keadaan ekonomi yang parah. Yaitu dengan utang luar negri yang banyak sebesar 2,3-2,7 miliar, tingkat inflasi yang tinggi dan permasalah ekonomi dan poltik yang lain. Sehingga pada permulaan pemerintahan Orde Baru, pemerintah menempuh berbagai macam cara, seperti stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, membentuk kerja sama denagn luar negri, dan pembangunan ekonomi. Dengan berorientasikan pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dan berharap dengan cara tersebut permasalahan yang ditinggalkan oleh Orde Lama bisa diselesaikan.
Dan terbukti dengan cara tersebut masalah-masalah tersebut mulai bisa di atasi dengan cepat. Itu teraplikasi dengan pemerintah mengeluarkan beberapa program pembangunan, yaitu PELITA (Pembangunan Lima Tahun), dan berjalan dengan lancar.
Tapi dibalik keberhasilan pemerintah, ada juga dampak negatif dari kebijakan yang diambi loleh pemerintah. Seperti, terjadinya otoritas, KKN, dwifungsi ABRI/Polri,pembangunan yang tidak merata, fundamental pembangunan ekonomi yang sangat rapuh.

Kita sudah harus menyadari dengan penuh dan cerdas bahwa kejahatan-kejahatan Orde Baru telah memakan banyak korban, dari awal ia berdiri dan menunjukkan eksistensinya hingga kini ia diwariskan. Ia bahkan dengan berbagai cara dan intrik kotor berusaha keras memusnahkan cita-cita agung meraih “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kita mesti memutus rantai otoritarianisme Orde Baru secara konsisten.

DAFTAR PUATAKA

http://ekoharitiarto.blogspot.com/2009/05/kondisi-ekonomi-pada-masa-orde-baru.html
http://www.pustakasekolah.com/perkembangan-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru.html
http://omungke.com/ekonomi-bisnis/311-faktor-penyebab-kegagalan-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru.html

3 komentar:

  1. Halo, pencari pinjaman, apakah Anda membutuhkan pinjaman untuk melunasi utang Anda? atau sebagai modal untuk kecil, menengah dan besar investasi skala bisnis, atau Anda membutuhkan pinjaman untuk infrastruktur, Berikut adalah jawaban untuk semua masalah Anda. Kami adalah perusahaan Pinjaman sah yang telah datang untuk menyelamatkan Anda. Kami menawarkan pinjaman dari Jumlah manapun untuk tujuan apapun kecuali tujuan yang salah pada tingkat bunga rendah dari 1.5%. Apa yang Anda masih menunggu !!! menulis kami sekarang Email kami {} sarahmantiwongloanhome@gmail.com atau sarahmantiwongfinancialsolution@yahoomail.com Tujuan kami adalah untuk menendang kemiskinan dan stres dalam kehidupan manusia, Visi kami adalah menciptakan dunia yang penuh senyum dan happiness.We menanti Anda.
    CEO,
    Ibu Sarah Wong.

    BalasHapus
  2. enak banget zaman pak soeharto walau pun blm pernah ngerasain masa2 pemerintahanx, tp dr cerita ortu dulu bahwa pak soeharto selalu tegas dlm menjalani tugasx sbg presiden, apalagi zaman pak soeharto semua barang serta murah bisa di dptx sesuka hati tanpa mempedulikan harga.. pengen banget lahir di zaman pemerintahan pak soeharto, hidup rasax tenang & tentram...😄😄😄

    BalasHapus
  3. isinya udah bagus, tapi tampilan blognya bikin sakit mata, saran saya warnanya jangan hitam, trima kasih ^-^

    BalasHapus